DPR Belum Bahas Putusan MK Pisahkan Pemilu Nasional dan Daerah
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) belum memulai pembahasan terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah. Padahal, putusan ini dianggap mengembalikan proses pemilu di Indonesia ke titik awal, karena akan berdampak besar pada regulasi dan anggaran.
Wakil Ketua Komisi Bidang Pemerintahan DPR, Dede Yusuf Macan Effendi, menyatakan bahwa meskipun pembahasan ini adalah mandat konstitusi, pihaknya belum menentukan jadwal pasti untuk menindaklanjuti putusan MK bersama pemerintah.
Menurut Dede, MK memberikan kesempatan bagi pembentuk undang-undang untuk mempelajari dan mengkaji lebih dalam sebelum pembahasan dimulai. Hingga saat ini, pimpinan DPR atau Badan Musyawarah juga belum memutuskan langkah selanjutnya terkait putusan tersebut kepada Komisi Bidang Pemerintahan. "Kami tidak terburu-buru karena saat ini masih berfokus pada pembangunan yang tengah dilaksanakan pemerintah," jelas Dede, Minggu (29/6).
Putusan MK ini tidak hanya memengaruhi Undang-Undang Pemilu. Setidaknya ada tiga undang-undang lain yang perlu diubah untuk menyesuaikannya: Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), Undang-Undang Partai Politik, dan Undang-Undang Pemerintahan Daerah. Oleh karena itu, Dede menekankan pentingnya diskusi dan kajian mendalam sebelum ditindaklanjuti.
Mengenai masuknya revisi Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pilkada ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR 2025-2029, Dede menjelaskan bahwa revisi Undang-Undang Pemilu akan dibahas pada tahun berikutnya atau 2026. "Perlu diketahui juga bahwa tidak semua pembahasan undang-undang dapat diselesaikan dengan cepat. Karena ada efisiensi, kami hanya memiliki jatah mungkin membahas satu undang-undang per tahun. Makanya kami tidak terburu-buru," ujar politikus Partai Demokrat itu.
Putusan MK ini mengabulkan gugatan uji materi Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pilkada yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dalam perkara nomor 135/PUU-XXII/2024. Dalam gugatannya, Perludem meminta MK mencabut frasa “pemungutan suara dilaksanakan secara serentak” di Pasal 167 ayat 3 Undang-Undang Pemilu karena dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum. Dengan demikian, konsep pemilu lima kotak tidak akan berlaku lagi untuk Pemilu 2029, karena MK telah memisahkan waktu pelaksanaannya.

Kluivert Siapkan 23 Pemain Inti Timnas Hadapi China
A.F. Ariawan
/
4 Jun 2025