Jakarta, Politika - Presiden Prabowo Subianto menunjukkan keprihatinan serius terhadap maraknya aksi premanisme yang dilakukan oleh oknum berkedok organisasi masyarakat (ormas).

“Jadi Pak Presiden, pemerintah, betul-betul resah. Kita juga merasakan keresahan karena seharusnya tidak boleh ada aksi-aksi premanisme, apalagi dibungkus dengan organisasi tertentu,” kata Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (9/5/2025).

Menurut Prasetyo, fenomena ini mendapat perhatian khusus dari Presiden karena tidak hanya mengganggu ketertiban umum, tetapi juga menghambat iklim usaha yang kondusif. Pemerintah menilai penggunaan kedok ormas untuk melakukan tekanan, kekerasan, atau pemerasan adalah bentuk pelanggaran serius terhadap hukum dan norma sosial.

Sebagai bentuk respons terhadap keresahan masyarakat, pemerintah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Terpadu Operasi Penanganan Premanisme dan Ormas Meresahkan. Satgas ini diharapkan mampu menindak secara cepat dan tegas terhadap pelaku premanisme yang berlindung di balik nama ormas.

Prasetyo menegaskan bahwa pemerintah tidak segan mengambil langkah hukum bila aktivitas ormas sudah masuk ranah kriminal. “Kalau misalnya itu sudah mulai masuk ke tindak kriminal, teman-teman polisi bisa langsung turun tangan. Apalagi kalau sampai tingkat tindak pidana, itu tidak bisa ditoleransi. Kita akan evaluasi,” ujarnya.

Langkah tegas pemerintah mendapat dukungan dari legislatif. Anggota Komisi II DPR RI, Indrajaya, menyatakan bahwa negara tidak boleh tunduk pada aksi premanisme yang mengatasnamakan ormas. Ia mendorong pencabutan legalitas terhadap ormas yang terbukti menyimpang dari fungsi dan tujuan sebagaimana diatur dalam undang-undang.

“Selama ini mereka sudah sangat meresahkan masyarakat dan para pelaku usaha. Mereka menyebar teror, menciptakan keresahan, dan merusak tatanan sosial. Maka mereka harus ditindak,” kata Indrajaya.

Pemerintah berharap tindakan ini dapat mengembalikan peran ormas sebagai mitra pembangunan dan pengayom masyarakat, bukan alat untuk kepentingan kekerasan atau intimidasi.