Pati, Politika - Pemerintah Kabupaten Pati angkat bicara soal polemik kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang menuai berbagai reaksi dari masyarakat. Dalam klarifikasi resmi yang dirilis pada Rabu (26/6), pemerintah menegaskan bahwa kenaikan tersebut adalah bagian dari penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang telah tertinggal selama 14 tahun.
“Terakhir kali NJOP ditetapkan pada 2011, padahal seharusnya disesuaikan setiap tiga tahun sesuai amanat undang-undang,” demikian pernyataan resmi Pemkab Pati.
Pemerintah mengklaim bahwa selama ini nilai NJOP masih berada jauh di bawah harga pasar. Bahkan, banyak nilai tanah dalam NJOP yang hanya sebesar Rp5.000 hingga Rp10.000 per meter, sedangkan harga pasarnya telah mencapai Rp100.000 hingga Rp1 juta per meter atau lebih. Jika mengacu pada nilai pasar, kenaikan PBB bisa melonjak ribuan persen. Namun Pemkab memastikan bahwa kenaikan dibatasi maksimal 250 persen.
“Sebagai contoh, jika PBB sebelumnya hanya Rp10.000, maka kini menjadi Rp35.000. Jika ada yang naik lebih dari itu, masyarakat bisa mengajukan keberatan untuk dikoreksi,” tegas pemerintah dalam rilis tersebut.
Kebijakan ini diambil untuk meningkatkan pendapatan daerah dari sektor pajak, yang akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur, seperti jalan dan fasilitas publik lainnya. Tahun lalu, pendapatan PBB Kabupaten Pati tercatat hanya Rp28 miliar. Setelah penyesuaian NJOP, pendapatan diproyeksikan naik menjadi Rp36 miliar—angka yang masih tergolong rendah dibanding Kabupaten Rembang (Rp40 miliar) dan Jepara (Rp70 miliar), meskipun luas wilayah Pati jauh lebih besar.