Politika.co.id - Presiden Prabowo Subianto menerima paparan jajaran menterinya terkait perkembangan rencana pembangunan Kampung Haji Indonesia di Mekkah, Arab Saudi. Namun, pertemuan tertutup yang digelar di kediaman pribadi Presiden di Hambalang, Bogor, justru menyisakan sejumlah pertanyaan terkait kejelasan arah kebijakan, transparansi pembiayaan, serta kesiapan implementasi strategi proyek tersebut.

Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya menyebut laporan yang disampaikan dalam rapat terbatas pada Selasa (23/12/2025), yang berisi sejumlah menteri kunci, termasuk Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM sekaligus CEO Danantara Rosan Perkasa Roeslani, Menteri Luar Negeri Sugiono, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, hingga Wakil Panglima TNI Jenderal TNI Tandyo Budi Revita.

Menurut Teddy, agenda utama rapat membahas perkembangan Kampung Haji yang telah “disepakati” oleh Pemerintah Arab Saudi. Ia bahkan menyebut proyek tersebut sebagai tonggak sejarah karena untuk pertama kalinya jemaah haji Indonesia diklaim akan memiliki kawasan sendiri di Tanah Suci.

“Untuk pertama kalinya dalam sejarah, jemaah haji Indonesia akan memiliki tempat sendiri selama melaksanakan ibadah haji,” kata Seskab Teddy di lansir dari Antaranews.

Namun demikian, Teddy tidak memikirkan sejauh mana kemajuan pembangunan, skema investasi, maupun potensi risiko yang menyertai proyek bernilai besar tersebut. Tidak ada penjelasan apakah laporan yang disampaikan bersifat final, konseptual, atau masih pada tahap penjajakan.

Informasi yang relatif lebih konkrit sebelumnya disampaikan oleh Rosan Perkasa Roeslani. Ia mengungkapkan Danantara telah membeli satu hotel kompleks di kawasan Thakher, Mekkah, dengan kapasitas 1.461 kamar di tiga menara, serta sebidang tanah seluas lima hektar di depannya. Hotel tersebut disebut mampu menampung 4.383 jemaah haji Indonesia.

Di atas lahan lima hektare itu, Danantara merencanakan pembangunan 13 menara dan satu pusat perbelanjaan khusus bagi jemaah haji dan umrah Indonesia. Jika seluruh rencana terwujud, kompleks tersebut diklaim dapat menampung sekitar 23.000 jamaah.

Meski demikian, angka tersebut masih jauh dari total kuota jemaah haji Indonesia yang mencapai sekitar 200.000 orang per tahun. Pernyataan Rosan bahwa kebutuhan kamar hanya sekitar 100.000 juga belum disertai penjelasan teknis mengenai distribusi jamaah antara Mekkah dan Madinah, maupun dampaknya terhadap efisiensi biaya dan pelayanan.

Rosan juga menyebut keberadaan terowongan Al-Hujun Tunnel yang akan menghubungkan kompleks Kampung Haji dengan Masjidil Haram, memangkas jarak tempuh menjadi sekitar 2,5 kilometer. Klaim ini terdengar menjanjikan, tetapi belum dijelaskan apakah akses eksklusif tersebut, kapan rampung, dan bagaimana koordinasi teknisnya dengan otoritas Saudi.

Lebih lanjut, Danantara masih mengikuti proses lelang lahan lain di kawasan Hindawiyah Barat, Mekkah, yang jaraknya hampir serupa dengan Masjidil Haram. Dari sekitar 90 penawar, Indonesia masuk dua besar, dengan pemenang lelang akan diumumkan akhir Desember 2025 atau Januari 2026.

Rangkaian informasi tersebut menampilkan bahwa proyek Kampung Haji Indonesia masih berada pada fase yang sangat dinamis dan belum sepenuhnya final. Di tengah klaim sejarah dan optimisme pemerintah, masyarakat masih menunggu kejelasan mengenai nilai investasi, sumber pembiayaan, skema pengelolaan, hingga dampak langsung terhadap penurunan biaya dan peningkatan kualitas layanan bagi jemaah haji Indonesia.

Tanpa keterbukaan dan penjelasan yang mampu, ambisi besar membangun Kampung Haji berisiko menjadi proyek simbolik semata, alih-alih solusi konkret atas persoalan klasik penyelenggaraan haji yang selama ini dikeluhkan masyarakat.