Politika,Yogyakarta - Aksi unjuk rasa besar di depan Markas Polda DIY di Yogyakarta berubah menjadi konflik ketat antara massa dan aparat kepolisian. Pada Jumat, (29/08/2025) sekitar pukul 17.00 WIB.
Aksi ini merupakan bagian dari rangkaian protes nasional yang dipicu oleh meninggalnya seorang driver ojek online (ojol) akibat dilindas kendaraan barakuda (divisi kendaraan cepat Brimob) di Jakarta. Mahasiswa, driver ojol, dan elemen masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat menuntut keadilan dan reformasi kepolisian.
Keributan terjadi saat massa mencoba memasuki halaman Polda DIY, melampaui batas aman. Dalam kekacauan tersebut, satu unit mobil yang sebelumnya diparkir di gerbang timur markas kepolisian terguling dan terbakar — menandai intensitas keributan yang meluas. Aksi ini menciptakan suasana panik dan menimbulkan korban luka.
Salah satu korban, seorang mahasiswa dengan inisial AH, yang merupakan kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Yogyakarta dan mahasiswa pasca sarjana Program Studi Psikologi Universitas Islam Indonesia (UII), dilarikan ke IGD Rumah Sakit JIH Usai ditembak petasan oleh aparat kepolisian.
"Mereka sudah pakai petasan, udah ga pake bom asap lagi mereka," ujar seorang peserta aksi yang menyaksikan adegan tersebut, dengan suara gemetar menunjukkan ketakutan akan pelanggaran prosedur dan risiko kekerasan yang tak terkendali.
Ketua Umum HMI Cabang Yogyakarta, Isroh, segera mengeluarkan pernyataan resmi di tengah tren ketegangan dan krisis kemanusiaan yang terjadi. Ia menegaskan bahwa korban AHadalah kader aktif HMI.
"Kami mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian, khususnya penggunaan petasan yang secara langsung melukai kader kami. Ini bukan aksi protes, ini adalah tindakan penyiksaan terhadap anak muda yang hanya ingin menyuarakan keadilan," ucap Isroh saat dimintai keterangan Sabtu,(30/08/2025).
Dia juga menekankan bahwa HMI Yogyakarta tidak pernah mengajak untuk melakukan kerusakan, bentrok fisik, atau melebihi batas hukum. Ia menilai bahwa tindakan kepolisian tidak proporsional dan justru memicu eskalasi yang tidak perlu.
"Aksi ini adalah bentuk ekspresi demokratis, bukan ancaman. Kami menuntut transparansi dari pihak kepolisian terkait penggunaan alat kekuatan, terutama petasan yang jelas melukai. Kami juga mendesak agar korban mendapat perawatan medis maksimal dan penanganan hukum yang adil," lanjut Isroh.
Dalam keterangan tertulisnya, Isroh juga mengimbau seluruh kader HMI dan mahasiswa lainnya untuk tetap tenang dan menyelamatkan diri dari lokasi keributan.
Jangan terpancing emosi. Jangan kita jadi alat yang digunakan untuk menghancurkan kemanusiaan. Stay safe. Jaga jarak. Jaga satu sama lain. Kami akan mengawal kader kami secara hukum dan moral. Tapi jangan sampai kita kehilangan kemanusiaan kita karena kemarahan," pungkasnya.