POLITIKA - Perayaan HUT ke-78 Kemerdekaan RI di Desa Ilath, Kabupaten Buru, Maluku, diwarnai aksi kekerasan. Seorang warga, Madarudin Lapandewa, dipukuli oleh aparat desa dan Babinsa saat mengikuti pentas puisi.
Kejadian ini bermula dari ekspresi korban yang mencoba membangun semangat dan kegembiraan di tengah pentas puisi dengan membuka baju sebagai simbol semangat heforia. Namun tindakan korban dianggap tidak pantas oleh aparat desa sehingga menimbulkan kekerasan fisik yang melibatkan Sekretaris Desa, Kepala Pemuda, dan Babinsa—anggota TNI yang bertugas di desa tersebut.
"Saya memang membuka baju dan meneriakkan semangat heforia untuk membangkitkan semangat teman-teman pembaca puisi. Namun, tanpa diduga saya langsung dipukul oleh Sekretaris Desa Ilath, Anwar Solisa. Pukulan itu diikuti oleh kepala pemuda dan bahkan seorang Babinsa dengan inisial DW yang juga melakukan pemukulan," jelas korban saat dimintai keterangan Minggu, 17/8/2025).
Menurut keterangan korban, pemukulan terjadi mulai sekitar pukul 18.00 hingga 19.11 Waktu Indonesia Timur (WIT) mencakup berbagai lokasi mulai tempat acara, di jalan, hingga kantor desa yang mengakibatkan luka serius pada korban.
Korban juga menyatakan bahwa Babinsa tersbut secara langsung memberikan pukulan keras yang menyebabkan pendarahan berkepanjangan.
“Setelah saya keluar mau jalan pulang saya saya dipukul dengan kekuatan yang keras oleh babingsa dan mengakibatkan pendarahan sekitar hampir satu jam,” lanjutnya.
Insiden ini kemudian ramai dibagikan di media sosial oleh masyarakat sekitar. Postingan-postingan tersebut memperlihatkan kondisi korban yang mengalami luka serius di wajah dengan darah yang masih terlihat mengalir di sekujur tubuhnya.
Banyak warganet yang menyayangkan tindakan kekerasan tersebut, terutama karena pelakunya adalah aparat desa dan Babinsa. Mereka mengecam kejadian tersebut bukan sebagai bentuk nasihat atau teguran, tetapi sebagai tindakan penganiayaan yang tidak dapat dibenarkan.
Peristiwa ini menjadi sorotan tajam mengingat aparat desa dan Babinsa seharusnya berperan sebagai pelindung masyarakat, bukan melakukan kekerasan fisik terutama di momen bersejarah seperti perayaan kemerdekaan.
Sampai kini, pihak pemerintah desa dan aparat keamanan belum memberikan pernyataan resmi terkait insiden ini.