POLITIKA - Harga Bitcoin (BTC) mencetak rekor tertinggi sepanjang masa (ATH) dengan menembus US$ 110.000 per koin Atau Rp 1,8 M/Coin, sebelum kemudian terkoreksi.

"Tingkat tertinggi Bitcoin baru telah diciptakan oleh serangkaian unsur yang menguntungkan dalam ekonomi makro, yaitu angka inflasi AS yang lebih rendah, de-eskalasi perang dagang AS-China, dan penurunan peringkat utang negara AS oleh Moody's, yang telah menyoroti penyimpanan nilai alternatif seperti Bitcoin," ungkap Antoni Trenchev, salah satu pendiri bursa kripto Nexo.

Kenaikan harga Bitcoin ini didorong beberapa faktor. Inflasi AS yang rendah, meredanya perang dagang AS-China, dan penurunan peringkat utang AS oleh Moody's meningkatkan minat investor pada aset alternatif seperti Bitcoin sebagai penyimpan nilai. Selain itu, aliran dana yang signifikan ke ETF Bitcoin Spot, mencapai lebih dari US$ 42,7 miliar sejak Januari 2024 hingga 20 Mei 2025, menunjukkan meningkatnya kepercayaan investor institusional. Data *on-chain* juga menunjukkan tekanan jual yang berkurang, ditandai dengan peningkatan arus masuk Bitcoin ke bursa dan pertumbuhan likuiditas pasar kripto.

Peningkatan likuiditas di pasar kripto, tercermin dari rekor jumlah stablecoin Tether (USDT), turut berkontribusi pada kenaikan harga. Aliran masuk yang tinggi ke ETF Bitcoin Spot secara langsung berdampak pada harga, karena meningkatkan permintaan dan mengurangi tekanan jual. Efek psikologis juga berperan, dengan investor ritel cenderung mengikuti tren positif yang terbentuk.

Meskipun sempat mengalami penurunan beberapa minggu sebelumnya di tengah ketidakpastian tarif, Bitcoin menunjukkan tren kenaikan sepanjang Mei 2025, mengalami peningkatan 15% selama sebulan. Hal ini menunjukkan resiliensi aset kripto tersebut di tengah ketidakpastian ekonomi global.

Kesimpulannya, rekor harga Bitcoin yang baru-baru ini dicapai merupakan hasil dari kombinasi faktor makro ekonomi yang menguntungkan dan meningkatnya kepercayaan investor, terutama dari masuknya dana besar ke ETF Bitcoin Spot.