POLITIKA - Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jawa Tengah (BI Jateng), Nita Rachmenia, menyatakan, Provinsi Jawa Tengah mengalami deflasi sebesar 0,10 persen (mtm) pada Agustus 2025, lebih tinggi dibandingkan deflasi nasional yang mencapai 0,08 persen (mtm). Hal ini menandai perubahan signifikan dari inflasi 0,18 persen (mtm) pada Juli 2025.

Deflasi di Jateng dipengaruhi penurunan harga komoditas pangan. Penurunan harga cabai, tomat, bawang putih, dan telur ayam ras akibat panen raya dan peningkatan produksi peternak menjadi faktor utama. Rembang berkontribusi terbesar terhadap deflasi, mencapai 0,20 persen (mtm). 

“Deflasi pada periode laporan terutama dipengaruhi oleh penurunan harga pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan andil 0,19 persen (mtm),” jelas Nita pada Jumat (05/9/2025).

Namun, kenaikan harga beras pasca panen raya dan kendala distribusi, serta kenaikan biaya pendidikan di awal tahun ajaran baru 2025/2026, turut menahan laju deflasi. 

Kenaikan harga tiket kereta api pasca diskon Juli 2025 juga sedikit mendorong inflasi, meskipun hal ini diimbangi oleh penurunan harga BBM dan tiket pesawat.

Secara keseluruhan, kelompok makanan, minuman, dan tembakau berkontribusi sebesar 0,19 persen (mtm) terhadap deflasi. Sektor transportasi turut andil 0,01 persen (mtm) terhadap inflasi. 

BI Jateng dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Jateng berkomitmen memperkuat koordinasi untuk menjaga inflasi tetap terkendali dalam rentang sasaran 2,5±1 persen, dengan fokus pada kelancaran distribusi dan ketersediaan barang.