POLITIKA - Ketua Umum Solidaritas Muda Indonesia Timur (SMIT), Mesak Habari, secara tegas menuntut pembebasan 11 masyarakat adat Maba Sangaji yang kini menjalani proses hukum akibat aksi penolakan terhadap aktivitas pertambangan PT Position di Halmahera Timur, Maluku Utara.

“Kami mendesak agar 11 masyarakat adat Maba Sangaji segera dibebaskan. Jangan sampai proses hukum dijadikan alat untuk membungkam protes warga. Negara harus hadir melindungi rakyat, bukan menjadi pelindung perusahaan tambang,” tegas Habari, Senin, (6/10/2025). 

Audiensi yang digelar hari ini di kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjadi momentum penting bagi SMIT untuk menyampaikan kekhawatiran mendalam terhadap praktik penegakan hukum yang dinilai tidak adil, di mana masyarakat adat justru menjadi objek jeratan hukum, sementara perusahaan tambang justru jadi pihak yang dilindungi.

"Kedatangan kami ke sini bukan sekadar protes, tetapi permohonan keadilan. Jangan sampai proses hukum digunakan untuk membungkam suara rakyat yang berjuang mempertahankan tanah leluhurnya," lanjutnya. 

Sikap Tegas dan Bukti Hukum yang Menguntungkan Masyarakat Adat

SMIT menyampaikan bahwa berdasarkan hasil verifikasi hukum terbaru, PT Position tidak memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) sah di wilayah yang menjadi sengketa, sementara PT WKM sebagai pemegang IUP berdasarkan Keputusan Gubernur Maluku Utara telah terbukti memiliki dasar hukum yang kuat.

Dalam proses hukum yang sedang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, PT Position diduga melakukan penerobosan lahan (encroachment) terhadap area IUP PT WKM, sehingga mendapat tuduhan melanggar hukum pertambangan dan hak-hak masyarakat adat.

Berdasarkan data yang dihimpun, menunjukkan bahwa PT Position hanya memiliki IUP seluas 4.017 hektar yang berlaku hingga tahun 2027, tetapi tidak sesuai dengan lokasi sengketa di Maba Sangaji. Sementara itu, perusahaan tersebut diketahui memiliki keterkaitan saham dengan PT Tanito Harum, yang juga pernah terlibat dalam kasus penambangan ilegal di wilayah lain.

Pembebasan sebagai Syarat Keadilan dan Perlindungan Hukum

SMIT menegaskan bahwa penahanan 11 masyarakat adat bukan bentuk perlindungan hukum, melainkan bentuk represi terhadap perlawanan rakyat.

"Kami mendorong Kemenkumham, Kementerian ESDM, Kejaksaan Agung, hingga Mahkamah Agung untuk turun tangan. Jangan biarkan aparat menjadi pengawal perusahaan yang melanggar aturan, sementara para warga adat justru jadi korban hukum," jelas Habari.

SMIT juga menyatakan kesiapan untuk melanjutkan pelaporan ke Mabes Polri dan lembaga tinggi negara lainnya jika ditemukan indikasi intervensi hukum atau keterlibatan aktor besar di balik PT Position.

Dalam kesempatan ini, SMIT mengingatkan kembali pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menekankan pentingnya memberantas tambang-tambang ilegal dan orang-orang besar yang menjadi "beking" di balik perusahaan-perusahaan tersebut.

"Negara harus hadir untuk rakyat, bukan untuk perusahaan. Jika keadilan tidak datang dari institusi hukum, maka rakyat akan mencari keadilan di jalur lain," tegasnya.

SMIT mendesak Kementerian ESDM untuk melakukan pemeriksaan mendalam terhadap status IUP PT Position, serta meminta agar aktivitas pertambangan di wilayah yang disengketakan segera dihentikan sementara hingga kejelasan hukum tercapai.