Semarang, Politika – Ikatan Mahasiswa Lembata Semarang telah menginisiakan diskusi tentang kebudayaan yang perharini nalai-nilai tradisi mulai terkontaminasi dengan arus globalisasi.

Hal ini dilakukan dengan forum bertajuk " Diskusi Publik Menjaga Identitas Budaya  dalam arus globalisasi : Peran mahasiswa dalam pelestarian nilai tradisi dan modernitas menuju indonesia emas" yang digelar di Kayon Kafe, Kota Semarang, Jumat (27/6/2025). 

Diskusi ini menghadirkan empat narasumber unggulan yang membahas bagaimana mahasiswa dapat berperan aktif menjaga warisan budaya sekaligus beradaptasi dengan perkembangan modernitas. Narasumber tersebut yaitu Dr. Ali Martin, Dekan Fisip Unwahas; pegiat media Panji Bumiputra; tokoh perempuan Imles, Grania Lamaking; dan aktivis mahasiswa, Iksan Salang. 

Turut hadir berbagai perwakilan organisasi daerah yang ada di Semarang, memperkuat sinergi antar mahasiswa dari berbagai latar belakang budaya dan daerah. Kehadiran mereka memperkaya diskusi serta memperluas jaringan kolaborasi dalam pelestarian budaya di era globalisasi.

Acara yang berlangsung penuh semangat ini diawali dengan penampilan seni tari tradisional dari kabupaten Lembata yang memukau para hadirin, sebagai simbol kuat pelestarian budaya di tengah derasnya globalisasi.

Ketua Umum Imles, Tamsil Lukman dalam sambutannya mengatakan kegiatan  diskusi publik ini bukan hanya  untuk sekedar bertukar pikiran, akan tetapi sebagai langka awal untuk  mediskripsikan budaya lembata.

"Ke depan kami akan  terus berbagi pikiran dan membangun kemitraan guna menindaklanjuti diskusi ini mungkin dalam bentuk ivent ataupun expo budaya.” kata Tamsil.

Dr. Ali Martin selaku bembicara pertama kemudian mengulas perkembangan globalisasi tak hanya membawa manfaat. Ia juga menantang eksistensi budaya lokal yang telah lama menjadi identitas bangsa. Maka, pentingnya oragnaisasi daerah giat menghidupkan kembali budaya daerahnya.

“Dengan demikian, globalisasi dan kebudayaan bukanlah dua kutub yang saling meniadakan, melainkan bisa saling menguatkan,” ucap Ali.

Semetara Panji Bumiputera, manjabarkan media memiliki peran dalam menampilkan dan melestarikan budaya, globalisasi yang serba cepat ini. Ia bukan hanya sebagai penyampai informasi, tetapi juga sebagai jembatan antara masa lalu dan masa kini.

“Melalui media, budaya lokal yang mungkin sebelumnya hanya dikenal di lingkup terbatas kini bisa menjangkau lebih luas. Dengan pendekatan yang menarik dan mudah diakses, budaya sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari, bukan sekadar tontonan seremonial,” jelas Panji.

Pemateri lain, Grania Lamaking memberikan materinya dengan pendekatan perempuan dalam  menjaga budaya di tengah arus globalisasi misalnya, mejaga adap, etika dan nilai-nilai budaya  sebagai pengguna media sosial.

“Perempuan sebagai pengguna media sosial memiliki kekuatan besar untuk menjaga nilai tradisi bahkan mempromosikan tradisi lokal yang relavan,” imbuhnya.

Sedangkan, Iksan salang sebagai pemateri keempat menjelaskan organisasi daerah menjadi garda terdepan dalam menjaga keseimbangan antara kemajuan global dan kebutuhan lokal sebagai penguat identitas, penggerak pembangunan, dan penjaga nilai-nilai lokal. 

Dia lantas menegaskan, menjadi mahasiwa harus memiliki integritas kecerdasan intelktual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual untuk menjaga keseimbangan antara budaya dan modernitas.

“Ketiga kecerdasan ini membentuk individu yang tidak hanya cerdas dan produktif, tetapi juga berakar kuat pada budayanya dan terbuka terhadap dunia,” jelas Iksan.

Acara diakhiri dengan penampilan tarian dolo bersama oleh seluruh tamu undangan sekaligus audiens aktif, menciptakan suasana kebersamaan dan merayakan keberagaman budaya secara langsung. 

Penampilan ini menjadi simbol kekuatan budaya sebagai perekat sosial sekaligus refleksi nyata peran mahasiswa dalam menjaga nilai tradisi di tengah modernitas.