Semarang, Politika.co.id - PT Pertamina Patra Niaga mengimbau masyarakat agar tidak mudah terpengaruh isu negatif terkait penggunaan etanol sebagai campuran bahan bakar minyak (BBM).
Area Manager Communication, Relation, dan CSR Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah–DIY, Taufik Kurniawan, menjelaskan bahwa penggunaan etanol dalam BBM sudah lazim diterapkan di berbagai negara.
“Etanol ini juga digunakan di Brazil, digunakan di Amerika Serikat, kemudian Uni Eropa. Karena memang tujuannya untuk menekan emisi gas buang supaya lebih ramah lingkungan,” katanya di Semarang, dikutip dari Antara, Rabu (8/10/2025).
Menurut Taufik, etanol merupakan hasil fermentasi bahan nabati seperti tebu, jagung, atau singkong yang diolah hingga menghasilkan molase. Molase tersebut kemudian digunakan sebagai bahan pendukung atau bahan baku campuran BBM.
Ia menambahkan, kandungan etanol pada produk Pertamax Green mencapai 5 persen, sedangkan pada produk lain kadarnya lebih rendah.
“(Campuran etanol, red.) Hasilnya, pembakarannya lebih bersih dan ini kami gunakan pada Pertamax Green sebesar 5 persen etanol,” ujarnya.
Selain menekan emisi karbon, etanol juga tidak merusak logam maupun karet sehingga proses pembakaran menjadi lebih sempurna.
Meski sempat muncul isu miring mengenai etanol, Taufik menyebutkan penjualan Pertamax Green justru mengalami peningkatan, khususnya di wilayah Jawa Tengah.
“Sampai saat ini sudah ada 14 SPBU di Jawa bagian tengah yang menyediakan Pertamax Green dengan total penjualan 348 kiloliter atau 228 persen dari target tahun 2025,” katanya.
Ia menjelaskan, target awal hanya delapan outlet, namun tingginya minat masyarakat mendorong penambahan titik penjualan.
“Antusiasmenya luar biasa. Kami akan mengikuti perkembangan untuk penambahan outlet maupun volume sales-nya,” ucapnya.
Adapun SPBU penyedia Pertamax Green tersebar di Semarang sebanyak empat outlet, serta masing-masing satu outlet di Kendal, Batang, dan Tegal, ditambah satu outlet di rest area jalur tol Brebes.
“Secara pertumbuhan, untuk di area Semarang, Kendal, dan Batang masih mendominasi total penjualannya, yaitu 248 kiloliter. Sedangkan rerata penjualan harian di Semarang sekitar 7.000–8.000 liter per hari,” ujar Taufik.