Jakarta, Politika - Lembaga Pemerhati Hukum & Demokrasi (LPHD) mendesak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk mencabut izin operasional PT Aneka Niaga Prima, perusahaan tambang nikel yang kini beroperasi di Pulau Fau, Halmahera Tengah, Maluku Utara. 

Langkah ini ditempuh setelah LPHD secara resmi menyerahkan laporan dan meminta audiensi kepada kedua kementerian terkait atas dugaan pelanggaran hukum lingkungan dan tata ruang yang dilakukan perusahaan tersebut.

Dalam keterangan resminya di Jakarta pada 15 Oktober 2025, Direktur Eksekutif LPHD, Abid Ramadhan, menegaskan bahwa aktivitas pertambangan nikel di pulau-pulau kecil seperti Pulau Fau merupakan bentuk pelanggaran nyata terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

"Pulau-pulau kecil memiliki ekosistem yang sangat rentan dan rapuh. Kehadiran tambang besar di lokasi seperti Pulau Fau bukan hanya melanggar aturan hukum, tetapi juga berpotensi menghancurkan keberlangsungan lingkungan dan mata pencaharian masyarakat pesisir," tegas Abid.

Ia menjelaskan bahwa kedatangan pihaknya ke Kementerian ESDM dan KKP merupakan bagian dari upaya formal untuk mendorong penegakan hukum yang konsisten. Laporan LPHD telah diterima oleh Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian ESDM, serta Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) di bawah KKP.

"Kami meminta Kementerian ESDM dan KKP untuk segera mengambil tindakan tegas, termasuk mencabut izin PT Aneka Niaga Prima jika terbukti melanggar. Kami juga meminta transparansi proses verifikasi izin dan pengawasan lingkungan di lapangan," lanjutnya.

Upaya ini, menurut Abid, sejalan dengan komitmen Presiden Prabowo Subianto yang terus menekankan pentingnya pemberantasan tambang ilegal dan penegakan hukum tanpa kompromi terhadap perusahaan yang bekerja di luar koridor hukum.

"Kami mengingatkan seluruh aparat penegak hukum untuk mendukung kebijakan Presiden dengan tidak ragu menindak perusahaan pelanggar, terlepas dari siapa 'beking' atau pengaruh politik yang mereka miliki. Tidak boleh ada kekebalan hukum bagi pelaku eksploitasi alam yang merusak," katanya tegas.

LPHD juga menyoroti langkah positif yang telah dilakukan oleh PSDKP pekan lalu, ketika jajaran tersebut menyegel empat dermaga tambang nikel di Maluku Utara. Menurut mereka, aksi ini harus diperluas dan didukung dengan peninjauan ulang terhadap semua izin tambang di pulau-pulau kecil yang berpotensi merusak ekosistem.

"Penyegelan dermaga adalah langkah awal yang baik. Tapi itu belum cukup. Jika tidak diikuti dengan pencabutan izin dan pemulihan ekosistem, maka dampak kerusakan akan tetap berlangsung. Kami mendorong agar inspeksi mendalam dilakukan di Pulau Fau, terutama terkait izin lingkungan, AMDAL, dan status lahan," tambah Abid.

Pulau Fau, yang masuk dalam kawasan kepulauan kecil, dianggap tidak layak secara ekologis maupun teknis untuk aktivitas pertambangan skala besar. Keberadaan PT Aneka Niaga Prima dinilai telah mengancam keberlangsungan ekosistem laut, terumbu karang, serta sumber daya perikanan yang menjadi tumpuan hidup masyarakat setempat.

LPHD mendesak agar Kementerian LHK, yang juga memiliki otoritas dalam penerbitan izin lingkungan, turut dilibatkan dalam evaluasi ini. Mereka meminta agar audit lingkungan independen segera dilaksanakan dan hasilnya dipublikasikan secara terbuka.

"Rakyat berhak tahu apakah kegiatan ini benar-benar mengikuti prosedur hukum atau justru merupakan bentuk eksploitasi terstruktur yang mengorbankan lingkungan dan hak-hak masyarakat lokal," kata Abid.

LPHD juga mengajak lembaga swadaya masyarakat, akademisi, dan media untuk turut mengawasi perkembangan kasus ini. Mereka menyatakan kesiapan untuk membawa persoalan ini ke ranah hukum jika respons dari kementerian terkait tidak memadai.

"Sikap tegas Presiden harus menjadi acuan bagi seluruh jajaran birokrasi. Kami tidak akan diam jika ada upaya pelemahan penegakan hukum demi kepentingan korporasi. Ini adalah ujian nyata bagi komitmen pemerintahan saat ini terhadap keadilan lingkungan dan keberlanjutan," pungkas Abid Ramadhan.