Pati, Politikas.co.id - Puluhan buruh yang tergabung dalam berbagai federasi serikat pekerja menggelar aksi pengawalan sidang Dewan Pengupahan di Kantor Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Pati, Senin (22/12/2025). Aksi tersebut dilakukan untuk memastikan pembahasan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Pati tahun 2025 benar-benar berpihak pada kesejahteraan pekerja.
Pengawalan sidang dilakukan sebagai bentuk kekhawatiran buruh agar aspirasi mereka tidak diabaikan dalam proses penentuan UMK. Para pekerja menilai, posisi UMK Pati selama ini masih tertinggal dibandingkan daerah sekitar.
Dalam aksi tersebut, para buruh juga membawa sejumlah banner berisi tuntutan. Beberapa tulisan yang terpampang di antaranya berbunyi “Tolak Upah Murah. Wujudkan Upah Layak untuk Kesejahteraan Buruh Pati”, “Buruh Kabupaten Pati Berhak Upah Layak”, serta “Kami Bekerja Bukan untuk Diperas. Kami Berkeringat Demi Hidup yang Layak”. Poster-poster tersebut menjadi simbol penolakan buruh terhadap upah murah di Kabupaten Pati.
Ketua Pimpinan Cabang Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan, dan Minuman (FSP RTMM) Kabupaten Pati, Tri Suprapto, menegaskan bahwa kehadiran buruh dalam sidang Dewan Pengupahan merupakan bentuk komitmen untuk mengawal kepentingan pekerja.
“Kami sebagai serikat untuk mengawal usulan dari teman-teman pekerja, khususnya Kabupaten Pati, alfa-nya minta 0,9. Kami menyesuaikan karena upah Pati itu paling rendah dibanding Kudus dan Jepara, kita paling nomor tiga,” ujar Tri Suprapto di lokasi.
Dalam aksi tersebut, buruh menyuarakan satu sikap bersama, yakni mendorong penggunaan indeks atau alfa sebesar 0,9 dalam formula penghitungan UMK. Menurut mereka, angka tersebut dinilai paling realistis untuk mengejar ketertinggalan upah pekerja di Kabupaten Pati.
Tri menjelaskan, apabila menggunakan alfa 0,9, UMK Pati diperkirakan naik menjadi sekitar Rp 2,5 juta dari sebelumnya yang berada di kisaran Rp 2,3 juta. Meski demikian, angka tersebut masih dinilai jauh dari standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Jawa Tengah.
“Usulan kami 0,9 itu ketemunya Rp 2,5 (juta), itu kan masih jauh dari KHL. Jadi intinya kami dari pekerja tetap 0,9. Kami menolak, sepakat menolak upah murah di Kabupaten Pati,” tegasnya.
Berdasarkan informasi yang diterima, proses perundingan di dalam ruang sidang Dewan Pengupahan berlangsung cukup alot dan belum menemukan titik temu. Perbedaan pandangan antar pihak masih cukup tajam.
Serikat buruh tetap bersikukuh mengusulkan alfa 0,9. Sementara itu, pemerintah daerah mengajukan alfa 0,7, dan pihak pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengusulkan alfa 0,6.
Karena belum tercapainya kesepakatan, para buruh akhirnya menggelar aksi lanjutan di depan Kantor Bupati Pati. Dalam aksi tersebut, perwakilan buruh kemudian diterima untuk beraudiensi langsung dengan Bupati Pati, Sudewo, guna menyampaikan aspirasi mereka terkait penetapan UMK 2025.